Saat ini, masa kampanye terbuka sudah memasuki saat akhir. Partai-partai yang berlaga dalam Pemilu 2009 sudah mendapatkan kesempatan untuk unjuk kekuatan di hadapan massanya masing-masing. Dari berbagai peristiwa kampanye yang selama ini sudah berjalan dan pengalaman dari pemilu beberapa dekade yang lalu, penulis mencoba mencermati beberapa hal yang terjadi pada karakter pemilih, caleg dan partai yang mengusungnya. Dari sisi pemilih, saya melihat bahwa karakter pemilih tersebut belum beranjak jauh dari pemilu-pemilu sebelumnya. Hampir sebagian besar pemilih memposisikan sebagai massa mengambang (floating mass) yang sangat mudah untuk beralih dari partai satu ke partai yang lain. Dari hasil berbagai survei terakhir, populasi floating mass ini masih mendekati angka 50%, suatu angka yang menggambarkan adanya keragu-raguan pemilih terhadap partai yang nanti akan dipilihnya. Keragu-raguan ini sebenarnya juga sangat beralasan karena para pemilih ini memiliki pengetahuan yang minim tentang partai maupun caleg yang terdapat di partai. Minimnya informasi ini juga disebabkan adanya stagnasi dalam pengembangan kompetensi dan jaringan bakal caleg di tiap partai politik. Hampir semua parpol menyajikan caleg yang kapabilitas dan integritasnya relatif masih diragukan oleh pemilih. Kapabilitas caleg diragukan karena mereka di dalam pemilu 2009 ini langsung dimunculkan oleh parpol tanpa diketahui oleh para pemilih tentang sepak terjangnya selama ini. Bisa jadi caleg tersebut memiliki hubungan tertentu dengan petinggi partai, sehingga mereka mudah mendapatkan kesempatan menjadi caleg. Jika caleg itu sudah pernah menjadi aleg pada periode sebelumnya, maka masyarakat juga masih meragukan kinerjanya selama ini. Hal ini dapat dipahami karena indikator keberhasilan seorang anggota dewan tidak jelas dipahami oleh masyarakat. Karakter pemilih yang lain adalah follower yang hanya tahu tentang kabar kabur tentang suatu parpol dan mereka akan memberikan suaranya ketika ada pendapat dari tokoh yang dipercaya atau karena dijanjikan diberi sesuatu oleh parpol. Jumlah follower ini juga masih sangat banyak. Rata-rata mereka adalah orang yang memiliki latar belakang yang kurang beruntung, sehingga mereka bersikap apatis dan sekaligus pragmatis dalam menyikapi pemilu. Karakter pemilih berikutnya adalah sangat mudahnya mereka untuk melupakan dosa aleg dari berbagai parpol yang telah mengkhiananti para pemilih dengan cara melakukan tindakan kurang terpuji berupa korupsi, perselingkuhan dan aneka dosa yang lain. Karakter pemilih seperti ini dapat dengan mudah dimanfaatkan para caleg dan parpol dengan membuat janji-janji baru berupa angin surga yang melenakan.
Dari sisi caleg-caleg yang akan tampil mewakili parpol nanti di legislatif, kondisinya juga tidak terlalu menjanjikan kebaikan. Rata-rata para caleg tersebut selama ini belum menunjukkan keberpihakannya kepada para konstituen. Jika mereka caleg baru, rata-rata mereka datang dari orang terdekat pengurus/pemilik parpol, orang-orang yang mencari popularitas lain dengan mendompleng menjadi caleg dan sanak saudara petinggi parpol. Motivasi caleg juga belum begitu jelas apakah hanya mencari kapital, menjalankan amanah rakyat, atau melaksanakan kepentingan pribadi/golongan. Jika caleg tersebut pernah menjadi aleg pada tahun 2004, maka rata-rata mereka adalah orang yang memperpanjang karir karena semata-mata menjadi profesi dan bukan sebagai pemegang amanah konstituen. Caleg-caleg yang datang dari golongan ini relatif memiliki kapital yang sangat kuat, sehingga mereka dapat mendekati petinggi parpol untuk menajadikannya kembali sebagai caleg. Saat kampanye, meraka pun cukup mencolok dengan berbagai spanduk dan baliho yang dominan dibandingkan caleg baru.
Dari sisi parpol yang berlaga di pemilu 2009, penulis tidak melihat adanya isu-isu baru yang brilian untuk memajukan taraf hidup dan harga diri bangsa ini. Mereka hanya menjual tema-tema lama seperti anti korupsi, SPP gratis dll, tapi tidak bergerak pada tataran yang lebih strategis untuk mengentaskan bangsa ini dari keterpurukan. Di dalam kampanye, partai-partai ini hanya menyajikan acara seremonial yang hanya berisi hiburan dan musik laksana konser dangdut atau pertunjukan pasar malam. Apa yang nanti mereka akan berikan kepada masyarakat kurang nampak di dalam setiap kampanye. Jikalau ada yang membuat program, maka program itu pada tahun depan menjadi kenangan manis yang terlupakan. Tidak pernah ada keberanian untuk membuat kontrak sosial yang lebih esensial dan menyentuh kepentingan masyarakat. Meski sikap kebanyakan partai seperti itu, namun sepertinya masyarakat tetap menerima mereka menerimanya karena mereka tak perduli dan mungkin apatis dengan apapun yang dilakukan oleh parpol. Apalagi sebagian besar masyarakat kita ingatannya pendek terhadap banyak hal, sehingga banyak dosa parpol yang segera dimaafkan oleh masyarakat.
Dengan karakter seperti itu, maka kita masih harus bersabar untuk menunggu kualitas pemilu yang baik dengan peran yang optimal dari pemilih, caleg dan parpol yang mengusungnya. Semoga kita tidak menunggu terlalu lama untuk hal ini.
Recent Comments